MERGER

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Adanya globalisasi dan persaingan bebas menuntut setiap perusahaan untuk selalu mengembangkan strateginya agar dapat bertahan hidup, berkembang dan berdaya saing. Strategi bersaing yang berusaha mengembangkan (membesarkan) perusahaan sesuai dengan ukuran besaran yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan disebut strategi pertumbuhan.

Strategi ini dapat dilaksanakan melalui pertumbuhan internal atau merger dan akuisisi (Muhammad, 2004).

Pengembangan usaha sebagai upaya untuk memajukan usaha perusahaan merupakan tindakan untuk mempertahankan kelangsungan kinerja dan operasionalisasi perusahaan. Salah satu upaya ke arah pengembangan usaha adalah dengan melakukan aliansi usaha. Saat ini aliansi usaha sedang menjadi tren di kalangan pengusaha. Berbagai bentuk aliansi salah satunya yaitu merger menjadi pilihan yang strategis untuk memperkuat kinerja perusahaan dan memperbesar margin strategis untuk memperkuat kinerja perusahaan dan memperbesar margin keuntungan.

Dengan aliansi strategis, perusahaan bisa memperoleh kesempatan baru untuk lebih maju atau menghilangkan beberapa hambatan yang selama ini mengganggu karena pada hakekatnya aliansi strategis merupakan politik bisnis yang memberikan peluang kepada perusahaan untuk membagi risiko dan kemampuan dengan partner aliansinya, sehingga dapat meminimumkan biaya, waktu dan sumber daya dalam hal pengembangan atau memperkenalkan produk dan teknologi baru ke pasar. Pengembangan usaha yang bersifat eksternal dilakukan dengan melibatkan unit-unit yang berada di luar organisasi perusahaan seperti pesaing, langganan, rekanan bsinis, perusahaan sejenis maupun perusahaan yang tidak mempunyai hubungan operasional.

Setiap pemilik perusahaan pasti menghendaki adanya suatu perkembangan dalam perusahaan yang telah didirikannya. Agar tingkat perkembangan perusahaan tersebut dapat sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang. Penggabungan usaha dalam bentuk merger dan akuisisi merupakan salah satu perencanaan yang dipilih.

Pertumbuhan internal dilakukan dengan cara memperluas kegiatan perusahaan yang sudah ada, misalnya dengan cara menambahkan kapasitas pabrik, menambah produk atau mencari pasar baru. Sementara merger dilakukan dengan menggabungkan dua atau lebih perusahaan dimana salah satu nama perusahaan yang bergabung tetap digunakan sedangkan yang lain dihilangkan dan akuisisi dilakukan dengan pembelian seluruh atau sebagian kepemilikan suatu perusahaan.

Di Amerika Serikat, aktivitas merger merupakan hal biasa terjadi. Bahkan di era 1980an telah terjadi kira-kira 55.000 aktivitas sehingga tahun 1980an sering disebut sebagai dekade merger mania (Hitt, 2002). Sementara di Indonesia aktivitas merger mulai marak dilakukan seiring dengan majunya pasar modal di Indonesia. Beberapa contoh perusahaan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang melakukan merger diantaranya adalah PT Semen Gresik yang mengakuisisi PT Semen Padang, PT Gudang Garam merger dengan PT Surya Pamenang dan PT Nutricia yang mengakuisisi PT Sari Husada.

Alasan perusahaan lebih tertarik memilih merger sebagai strateginya daripada pertumbuhan internal adalah karena merger dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru. Merger juga dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaaan setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger. Selain itu merger dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi.




BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Merger

Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan. Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1) bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua atau perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.

Merger juga didefinikan penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999 : 598). Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001 : 640).

2.2 Motif Melakukan Merger

Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger yaitu motif ekonomi dan motif non-ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan (Moin, 2003).

2.2.1. Motif ekonomi

Esensi tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan ini.

Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas merger dilakukan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Biasanya perusahaan melakukan merger untuk mendapatkan economies of scale dan economies of scope.

2.2.2. Motif sinergi

Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri.

Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber, yaitu:

1. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi.

2. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas.

3. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger.

4. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, 2001).

2.2.3. Motif diversifikasi

Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi silang.

2.2.4. Motif non-ekonomi

Aktivitas merger terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.

1. Hubris hypothesis.

Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dilakukan karena “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya ukuran perusahaan, semakin besar pula kompensasi yang mereka terima. Kompensasi yang mereka terima bukan hanya sekedar materi saja tapi juga berupa pengakuan, penghargaan dan aktualisasi diri.

2. Ambisi pemilik.

Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis. Menjadikan aktivitas merger sebagai strategi perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.

2.3 Keunggulan dan Kelemahan Aktivitas Merger

Alasan mengapa perusahaan melakukan merger adalah ada “manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan manfaat merger antara lain adalah: (Moin, 2003)

1. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.

2. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kredititor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan.

3. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.

4. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal.

5. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan.

6. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.

7. Menghemat waktu untuk memasuki untuk memasuki bisnis baru.

8. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.

Disamping memiliki keunggulan, merger juga memiliki kelemahan sebagai berikut:

1. Proses integrasi yang tidak mudah.

2. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat.

3. Biaya konsultan yang mahal.

4. Meningkatnya kompleksitas birokrasi.

5. Biaya koordinasi yang mahal.

6. Seringkali menurunkan moral organisasi.

7. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.

8. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham.

2.4 Tipe-Tipe Merger

Merger berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu: (Moin, 2003)

1. Merger horisontal.

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama.

2. Merger vertikal.

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaanperusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi.

3. Merger konglomerat.

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait.

4. Merger ekstensi pasar.

Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-bersama memperluas area pasar.

5. Merger ekstensi produk.

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan.

2.5 Faktor-Faktor Kegagalan Merger

Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan merger seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen.

Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan merger yaitu:

1. Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan pengambil alih.

2. Hanya mengandalkan analisis strategik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai keberhasilan merger.

3. Tidak adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program merger.

4. Pendekatan-pendekatan integrasi yang tidak disesuaikan dengan perusahaan target yaitu absorbsi, preservasi atau simbiosis.

5. Rencana integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan.

6. Tim negosiasi yang berbeda dengan tim implementasi yang akan menyulitkan proses integrasi.

7. Ketidakpastian, ketakutan dan kegelisahan diantara staf perusahaan yang tidak ditangani. Untuk itu tim implementasi dari perusahaan pengambilalih harus menangani masalah tersebut dengan kewibawaan, simpati dan pengetahuan untuk menumbuhkan

8. Kepercayaan dan komitmen mereka pada proses integrasi.

9. Pihak pengambil alih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara karyawan.

2.6 Faktor-Faktor Keberhasilan Merger

Hunt dkk. (1987) mengakhiri penelitian mereka dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada kesuksesan dan kegagalan akuisisi (Sudarsanam, 1999). Faktor-faktor yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan merger dan akuisisi yaitu:

1. Melakukan audit sebelum merger.

2. Perusahaan target dalam keadaan baik.

3. Memiliki pengalaman merger sebelumnya.

4. Perusahaan target relatif kecil.

5. Melakukan merger yang bersahabat.




BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan.

Berdasarkan pembahasan merger, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Merger merupakan penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru.

Selain itu merger dapat dikatakan sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya.

Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan merger seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen.





DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Eugene F dan Joel F Houston (terj.) (2001). Manajemen Keuangan. Jilid 2. Edisi 8. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2001) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 2. Ctk 1. Jakarta: Balai Pustaka

Moin, Abdul. (2003). Merger, Akuisisi dan Divestasi. Jilid 1. Yogyakarta: Ekonisia.

Payamta, dan Doddy Setiawan (2004). “Analisis Pengaruh Merger dan Akuisis Terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia.” Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7 No. 3 (September). 265-282.

Sudarsanam, P.S (terj.) (1999). The Essence of Mergers and Acquisitions. Jilid 1. Edisi 1. Yogyakarta: ANDI.



0 komentar:

Posting Komentar

__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
| Beranda | Tentang Saya | Tukar Link | Download Gratis | Map Site | Gallery | My Contact |
© 2008-2011 [sektorplong.blogspot.com]
Seluruh artikel ini dapat anda perbanyak, cetak, modifikasi dan distribusikan secara bebas, asal tetap mencantumkan URL lengkap artikel.